Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang di Provinsi Lampung terus mencatatkan kenaikan signifikan setiap Desember. Pada 2023, TPK mencapai 64,71 persen, naik 9,75 poin dari bulan sebelumnya. Namun, di balik angka gemilang itu, ada fakta yang memprihatinkan: rata-rata lama menginap tamu (RLMT) hanya 1,28 hari.
Fenomena ini memperlihatkan potret nyata Bandarlampung sebagai persinggahan singkat. Wisatawan datang, menikmati pantai dan panorama sejenak, lalu pulang tanpa banyak interaksi dengan potensi lain yang ditawarkan kota ini.
Datang Hanya Untuk Singgah
Mayoritas wisatawan yang memadati Bandarlampung berasal dari Sumatera Selatan. Gelombang mereka mengisi kamar hotel pada malam tahun baru dan berbondong-bondong menuju pantai-pantai eksotis di sekitar kota. Tetapi, setelah berendam di laut atau menikmati angin pantai, mereka langsung kembali ke hotel untuk beristirahat. Pagi harinya, check-out dilakukan, dan perjalanan kembali ke kampung halaman pun dimulai.
Menurut laporan BPS, pola ini terlihat jelas pada Desember 2022. Meski jumlah tamu hotel mencapai 79.407 orang, rata-rata lama menginap hanya 1,74 hari. Setahun kemudian, angkanya justru turun menjadi 1,28 hari.
“Kami hanya berlibur sehari semalam. Tidak ada kegiatan menarik yang membuat kami ingin tinggal lebih lama,” ujar salah satu wisatawan asal Palembang yang ditemui saat mengemas barang di lobi hotel.
Potensi yang Tertidur
Angka-angka ini seharusnya menjadi alarm bagi sektor pariwisata Lampung. Kota ini memiliki peluang besar untuk menjadi tujuan utama, bukan sekadar tempat singgah. Tamu-tamu yang datang membawa potensi ekonomi luar biasa. Jika mereka tinggal lebih lama, roda ekonomi akan bergerak lebih cepat.
Namun, sayangnya, hingga kini tidak ada agenda besar yang mampu menarik wisatawan untuk menghabiskan waktu lebih banyak di Bandarlampung. Festival budaya, bazar kuliner, hingga acara malam tahun baru berskala besar masih menjadi wacana. Akibatnya, wisatawan memilih untuk menikmati keindahan alam tanpa merasakan keunikan budaya atau atraksi lokal.
Momentum untuk Berubah
Bandarlampung tidak kekurangan daya tarik. Pantai yang memukau, keramahan warga lokal, hingga kuliner khas seperti seruit seharusnya menjadi alasan kuat wisatawan untuk menetap lebih lama. Namun, tanpa inovasi dan promosi yang terarah, potensi ini akan terus terkubur.
Sebagai perbandingan, kota-kota lain seperti Jogja atau Bali sukses memadukan keindahan alam dengan agenda rutin yang memikat hati pengunjung. Mengapa Bandarlampung tidak bisa?
Untuk itu, Dinas Pariwisata Lampung bersama pelaku usaha harus berkolaborasi menciptakan daya tarik baru. Mulai dari festival musik di pusat kota, pameran seni di tepi pantai, hingga paket wisata tematik yang membuat tamu ingin terus kembali.
Bandarlampung memiliki peluang untuk bertransformasi dari persinggahan singkat menjadi destinasi wisata utama. Dengan strategi yang tepat, kapal-kapal wisatawan tidak hanya akan singgah sebentar, tetapi akan menetap dan menjadi bagian dari perjalanan panjang menikmati Lampung ( red )